Wednesday, September 3, 2008

Soekarno-Hatta Airport di Jakarta atau Banten ?

Semua orang pasti tahu mengenai Bandara Soekarno-Hatta (BSH). Bandara Internasional terbesar di Indonesia, merupakan bandara utama Jakarta sebagai Ibukota Negara Indonesia. Tahukah anda bahwa BSH terletak di Propinsi Banten, tepatnya di Tangerang ?
Mungkin itu juga anda tahu.

Dimana batas antara Jakarta dan Tangerang ? sehingga bandara ini menjadi bandara kota Jakarta ?

Kalau anda melalui jalan tol untuk menuju bandara, maka setelah gardu tol terakhir sebelum masuk bandara, kira-kira 100 m setelah gardu tol ada tapal batas antara Jakarta dan Banten, tidak besar tapi cukup terlihat.

Kalau anda ke bandara lewat Kalideres dilanjutkan Rawa Bokor, maka batas ini tidak terlalu jelas terlihat. Kalideres masih masuk Jakarta Barat sedangkan Rawa Bokor masuk Tangerang. Di sebuah kampung di daerah dekat Rawa Bokor ada batas yang unik. Jalan kampung yang sudah diaspal adalah milik Jakarta, sedangkan yang belum merupakan wilayah Banten.

Mungkin tapal batas tidak terlalu diperhatikan oleh penumpang atau pengguna bandara. Yang sering menjadi pertanyaan adalah bagaimana caranya ke Banten ? Bagaimana kalau anda ingin ke Tangerang, BSD, atau bahkan Serang (ibukota propinsi Banten).

Mau naik Damri ?
Sayangnya tidak ada. Bandara Soekarno Hatta ada di banten tapi Damri ke Banten tidak ada. Tentu saja bukan karena orang Banten tidak ada yang naik pesawat atau semua orang Banten menggunakan mobil pribadi untuk ke Bandara.

Mau naik Taksi ?
Jarang ada yang mau kalau langsung ke Tangerang. Paling taksi akan ke tol dalam kota dan dilanjutkan ke tol Tangerang. Padahal sebenarnya ada jalan yang lebih singkat dan cepat yaitu lewat pintu belakang bandara (M1), sayangnya taksi tidak boleh lewat pintu ini.
Beberapa kali waktu di Kota Tangerang saya ketemu taksi yang bingung mau kembali ke bandara lewat mana. Sebenarnya dekat dan terlihat tapi tidak bisa lewat.

Saat ini sudah ada travel yang menyediakan angkutan khusus ke BSD, Bintaro, dan sekitarnya dari depan pintu kedatangan di tiap terminal bandara. Tentu saja tarifnya tidak semurah menggunakan Damri ke Jakarta. Tapi sampai saat ini rasanya inilah transportasi termudah ke Banten terutama BSD dan sekitarnya.

Bagaimana kalau ke Serang atau kota-kota lain di Banten ?
Untuk ke Serang anda sebaiknya ke terminal kalideres. Untuk ke terminal kalideres anda dapat menggunakan taksi atau naik angkutan umum beberapa kali (lihat Depok-Bandara 10 ribu). Sedangkan untuk ke Merak, selain lewat kalideres, anda juga dapat naik Damri ke Gambir dan dilanjutkan dengan Damri Gambir-Lampung yang lewat Merak. Meskipun lebih nyaman, sayangnya hanya ada pada sore hari.

Seharusnya Pemda Banten lebih peduli pada kondisi ini. Bandara di wilayahnya tetapi orang kesulitan kalau mau ke Banten.

Tuesday, August 19, 2008

Bayar di atas

Kalau anda sering naik kereta api antar kota misalnya Jakarta-Semarang, Jakarta-Surabaya, Jakarta-Bandung dan rute lainnya dengan kelas bisnis atau ekonomi, mungkin akan akrab dengan istilah "bayar di atas".

Istilah ini berarti calon penumpang tidak membeli tiket di loket yang telah ditentukan tetapi membayar di dalam gerbong setelah rangkaian kereta api berjalan. Siapa yang menerima pembayaran tersebut ? Tentu saja kondektur yang bertugas. Apakah "bayar di atas" ini ilegal ?

Bisa ya, bisa tidak.

"Bayar di atas" bisa legal atau dibenarkan jika pembayaran tersebut sesuai dengan tarif yang ditentukan dan diberikan bukti pembayaran mirip tiket yang disebut karcis suplisi. Jika kurang dari tarif yang ditentukan dan tidak ada bukti pembayaran maka "bayar di atas" tersebut ilegal karena uang pembayaran tidak masuk ke PT KAI tetapi masuk ke kantong oknum karyawan PT KAI.

Pada kenyataannya jarang sekali bayar di atas ini menggunakan cara legal. Cara legal ini sebenarnya digunakan jika seorang calon penumpang tidak sempat membeli tiket dan kereta sudah akan berangkat sehingga akhirnya ia membayar di atas.

Hampir seluruh praktek membayar di atas adalah ilegal dan dengan tujuan mendapatkan harga lebih murah bagi penumpang dan masuknya uang pembayaran ke kantong oknum karyawan PT KAI. Memang tidak semua uang tersebut masuk ke kantong kondektur, tetapi juga masuk ke bagian lain, tetapi tetap tidak ada yang masuk ke pendapatan PT KAI.

Harga yang jauh dibawah tarif resmi menjadikan bayar di atas merupakan pilihan utama sebagian penumpang terutama bagi penumpang berdiri. Sebagai contoh, kereta api bisnis jurusan Jawa Tengah dengan tarif resmi Rp 100.000,- hanya cukup membayar di atas Rp 10.000,- s.d Rp 15.000,-. Untuk satu gerbong, penumpang yang membayar di atas ini bisa mencapai lebih dari 20 orang. Dengan rangkaian mencapai delapan gerbong bisa dihitung berapa potensi pendapatan PT KAI yang hilang.

Sistem bayar di atas ini sudah menjadi rahasia umum diantara para penumpang kereta api. Selain karena harganya relatif sangat murah, ketidaktersediaan kursi yang cukup juga menjadi alasan bagi sebagian penumpang. Penumpang berdiri dikenakan tarif yang sama dengan penumpang yang mendapat tempat duduk. Ironisnya, ternyata membayar di atas juga terjadi pada kereta eksekutif terutama pada saat sepi penumpang.

Beberapa tahun yang lalu salah satu TV swasta pernah meliput fenomena membayar di atas ini dan cukup membuat malu PT KAI dan menggiatkan inspeksi mendadak atau menurunkan petugas khusus (sering disebut PS). Apakah hal ini membuat jera ? Ternyata tidak.

Setelah ada tayangan tersebut, muncul metode baru yaitu arisan. Kondektur tidak terang-terangan meminta atau menerima uang pembayaran tetapi hanya menghitung berapa yang tidak menunjukkan karcis resmi. Sebelumnya salah seorang penumpang telah meminta uang pembayaran (dengan istilah arisan) kepada penumpang yang akan membayar di atas. Setelah semua gerbong diperiksa oleh kondektur, tinggal jumlahnya dikalikan dengan tarif "bayar di atas" yang berlaku dan seluruh pembayaran diserahkan ke kondektur di tempat tertentu.

Bagaimanapun praktek bayar di atas ini akan tetap muncul karena pendapatan awak kereta api yang kurang, ketersediaan kursi yang tidak memadai terutama pada masa peak season, dan kurangnya pengawasan dari PT KAI, dan kesadaran penumpang sendiri untuk membayar sesuai tarif. Jika hal seperti ini tidak bisa diatasi, sulit mengharapkan keselamatan terjamin dan PT KAI tidak lagi merugi.

Tuesday, July 8, 2008

Depok-Bandara 10 ribu

Bandara Soekarno Hatta yang letaknya di wilayah Banten dan melalui jalan tol memang cukup mahal dicapai dari beberapa daerah di Jakarta, apalagi dari Depok, Bogor, atau Bekasi. Transportasi dengan taksi akan menghabiskan ongkos sekitar 100 ribu dari daerah cawang atau pancoran.
Jika ke bandara hanya sekali-kali sih mungkin tidak masalah. Bagaimana jika sering ke bandara atau mungkin duit sangat mepet. Ada beberapa alternatif murah untuk ke Bandara. Saat ini yang paling dikenal adalah Bus Damri. Tapi tidak semua daerah ada bus Damri bandara. Dari Depok, kita harus ke Pasar Minggu atau Kampung Rambutan untuk naik bus Damri. Saat ini tarif Damri dari Pasar Minggu 20 ribu, ditambah angkot 5 ribu, total 25 ribu.
Tapi memang bus Damri adalah transportasi yang paling mudah, murah, dan cukup pasti (kecuali ada kemacetan). Adakah transportasi yang lebih murah ?
Jika anda mau agak bersusah payah maka bisa ke Bandara dari Depok cukup dengan 10 ribu. Dari Depok kita naik KRL (ekonomi tentunya) dengan tiket 1500, turun di Stasiun Juanda, diteruskan Busway dengan tarif 2000 (sebelum jam 7 pagi), turun di terminal Kalideres atau sebelumnya, diteruskan naik Kopaja no 95 jurusan Rawa Bokor dengan tarif 2500, turun di perempatan Rawa Bokor dan dilanjutkan Airport transportation ke Bandara, tarifnya 4000.
Alternatif lain dari Depok langsung naik bis patas ke kalideres, bisa turun kalideres atau turun grogol, diteruskan dengan kopaja 95 dan airport transportation. Tapi kayaknya lebih dari 10 ribu.
Tentu saja cara di atas dengan catatan tidak terburu-buru atau memiliki banyak waktu. Sebagai panduan, KRL Depok-Juanda sekitar 40 menit, Busway sekitar 30-40 menit, Kopaja sekitar 30 menit, Airport transportation sekitar 15 menit. Dengan Damri, sekitar 1-1,5 jam, ditambah angkot dari Depok sekitar 40 menit atau KRL Depok-Pasar Minggu sekitar 20 menit.
Untuk dari daerah lain di Jakarta, asal ada angkutan ke Kalideres, seterusnya sama.

Sebenarnya ada cara yang lebih mudah, cepat, dan murah (sekitar 7500) dari Depok ke Bandara. Cara ini digunakan oleh para karyawan maskapai atau yang bekerja di Bandara, jadi hanya bisa dilakukan pada waktu-waktu tertentu saja dan kapasitasnya terbatas.

Monday, June 30, 2008

Wisata Kota Semarang

Semarang adalah kota kelahiran saya, TK-SD-SMP juga saya tempuh di kota ini. Meskipun kuliah dan bekerja tidak di Semarang, tetapi domisili saya masih tetap di Semarang. Setelah beberapa bulan sejak membuat blog, saya baru sadar bahwa Semarang belum saya bahas sama sekali dalam blog. Maklum ke Semarang berarti pulang dan tidak terasa berwisata meskipun sebenarnya banyak hal bisa dilakukan di Semarang untuk wisata kota.

Bagaimana cara ke Semarang

Banyak cara dan jalan ke Semarang. Dengan pesawat udara terdapat Garuda, Mandala, Sriwijaya, Batavia, Lion, dan Linus yang terbang tiap hari ke Semarang dari Jakarta. Dari Surabaya ada Sriwijaya yang terbang sekali tiap hari. Dari Pontianak ada Batavia meskipun tidak tiap hari. Garuda juga punya rute Singapur-Semarang langsung meskipun tidak tiap hari. Dari kota lainnya harus transit di Jakarta atau Surabaya.

Dengan kereta api, banyak kereta ke Semarang dari Jakarta baik ekonomi (Tawang Jaya, Matarmaja, Brantas, Kertajaya), bisnis (Senja Utama Semarang, Fajar Utama Semarang, Bangunkarta, Gumarang) maupun eksekutif (Argo Sindoro, Argo Muria, Kamandanu, Argo Bromo, Gumarang, Sembrani). Dari Bandung terdapat Harina, kelas eksekutif. Dari Surabaya terdapat Rajawali, Argo Bromo, Sembrani, dan Gumarang untuk kelas eksekutif, Kertajaya untuk kelas ekonomi, dan Gumarang untuk kelas bisnis. Dari Solo dapat menggunakan Pandan Wangi (bisnis dan ekonomi), Bangunkarta (bisnis), Brantas dan Matarmaja (ekonomi).

Bus antar kota dan antar propinsi banyak yang menuju Semarang atau melewati Semarang dari berbagai kota di Pulau Jawa. Beberapa travel juga memiliki tujuan ke Semarang. Beberapa kapal laut juga berlabuh di Pelabuhan Tanjung Mas Semarang terutama dari Pulau Kalimantan.

Akomodasi

Hotel di Semarang cukup banyak, tersebar baik di pusat kota, Semarang atas, dan Semarang bawah. Jika ingin berwisata kota sebaiknya mencari hotel di dekat kawasan Simpang Lima. Tarif hotel bervariasi dari bintang lima sampai melati ada di Semarang. Dibandingkan Jakarta atau Bandung, tarif hotel di Semarang relatif lebih murah. Di dekat stasiun kereta api banyak terdapat hotel kecil, murah, dan sederhana, tetapi sebaiknya waspada karena daerah ini sering terjadi rob (banjir karena pasang air laut).

Transportasi

Transportasi umum di Semarang terdiri dari taksi, angkot (sering disebut daihatsu), bus kota, bus kecil (setipe kopaja di Jakarta), becak, dan ojek. Taksi di Semarang menggunakan argometer. Jika tidak menggunakan argo sebaiknya dibatalkan. Jumlah taksi cukup banyak dan karena Semarang bukan kota yang luas, tarif taksi relatif murah. Bus kota Damri hanya melayani beberapa rute jalan utama. Bus kecil memiliki rute yang lebih banyak dan lebih jauh, bahkan sampai Salatiga, Ungaran, Ambarawa, dan Kendal. Meskipun jumlah daihatsu (angkot) cukup banyak, rutenya sedikit dan banyak jalan yang tidak terlewati serta jalannya agak lambat. Jika waktu anda untuk wisata kota hanya sedikit sebaiknya tidak menggunakan daihatsu. Beberapa daerah di Semarang termasuk simpang lima tersedia becak untuk jarak dekat. Becak di Semarang sangat nyaman karena lebar dan jalannya stabil. Ojek hanya terdapat di beberapa daerah terutam komplek perumahan, bandara, dan stasiun.

Makanan

Seperti yang pernah disampaikan Pak Bondan di TransTV, kuliner di Semarang kompleks, karena berbagai budaya dan jenis kuliner ada di Semarang. Anda bisa menemukan kuliner asli Jawa Tengah, kuliner peranakan, dan campurannya. Tetapi untuk wisata kota, ada beberapa makanan yang wajib anda cicipi.

Lumpia adalah makanan paling terkenal dari Semarang. Makanan ini bahan utamnya adalah rebung (tunas bambu) yang dicampur dengan telur, ebi, kepiting, dan berbagai bumbu sehingga rasanya memang enak. Lumpia terenak (dan termahal) ada di gang Lombok, agak sulit mencapainya dan buka hanya jam 9 pagi sampai 5 sore (kalau masih kebagian). Selain itu ada juga di Mataram (Jl MT Haryono) dan Jl Pemuda. Di Jl Pandanaran yang merupakan pusat oleh-oleh juga ada meskipun rasanya masih kalah dari lumpia di gang Lombok.

Soto ayam semarang adalah makanan yang juga terkenal dan segar dari Semarang. Selain soto dengan mangkuk kecil, yang khas lainnya adalah tambahan lauk berupa sate kerang, sate telur puyuh, tempe goreng, perkedel, hati ayam, telur pindang, dan lain-lain. Ada banyak tempat yang menjual soto semarang. Menurut saya yang enak untuk sarapan adalah soto stadion (di depan stadion Diponegoro) dan soto Bokoran. Tapi di Bokoran anda harus siap-siap rebutan dan antri di dapur jika datang pada minggu pagi. Ada beberapa soto ayam semarang yang buka malam hari, salah satunya soto ayam P Moel di perempatan Thamrin dan Pekunden.

Nasi ayam adalah kuliner kaki lima andalan dari Semarang. Nasi ayam mirip nasi liwet Solo, terdiri dari Nasi, tahu, telur pindang, suwiran ayam, kuah opor ayam (encer dan kental), dan sambel goreng (berisi labu dan rambak). Semuanya dihidangkan dengan alas daun pisang. Ada banyak penjual nasi ayam di Semarang, paling banyak di Mataram. Nasi Ayam adalah menu malam dan buka mulai sekitar jam 5 sore. Yang paling enak menurut saya adalah nasi ayam Yu Nah di Mataram. Rasanya enak, mengenyangkan, harganya murah (15000-an berdua termasuk sate, krupuk dan minum), satenya lengkap (usus, telur puyuh, hati ayam, ampela, jantung, dan lain-lain), meskipun harus antri terutama minggu malam (kadang jam 8 malam sudah habis).

Tahu Pong adalah makanan khas Semarang yang terdiri dari telur, tahu, gimbal yang diberi kuah kecap dan bumbu-bumbu. Salah satu yang enak ada di Jl Karangsaru di daerah Mataram dan di Jl Gajah Mada.

Selain keempat makanan di atas, masih ada sop buntut plus ayam goreng (P Paimin dan P Supar), nasi pecel, nasi gandul, tahu campur (tahu gimbal), mie Jowo, bistik kambing, nasi goreng babat, cap cay khas Semarang dan berbagai chinesse food lainnya, sea food, dan sebagainya. Bagi anda yang beragama Islam agar berhati-hati terutama bila membeli makanan di daerah pecinan karena beberapa diantaranya mengandung babi. Jika ragu sebaiknya anda bertanya ke penjualnya. Tidak usah sungkan karena mereka sudah biasa ditanya hal tersebut.

Tempat

Dengan waktu pendek dalam berwisata kota, anda harus mengunjungi tempat-tempat berikut ini agar bisa disebut sudah pernah ke Semarang.

Simpang Lima

Simpang Lima dianggap sebagai alun-alunnya Semarang. Disebut Simpang Lima karena bundaran besar berupa lapangan rumput ini merupakan pertemuan lima jalan besar yaitu Jl A Yani, Jl Pandanaran, Jl Gajah Mada, Jl Ahmad Dahlan, dan Jl Pahlawan. Bagi warga Semarang, Simpang Lima merupakah pusat kegiatan dan hiburan. Selain dikelilingi Mal Citraland, Matahari, dan Ramayana, Masjid Baiturahman juga ada di Simpang Lima. Pada sabtu malam dan minggu pagi, Simpang Lima menjadi pasar dadakan untuk kaki lima, wisata dokar (kereta kuda) dan berbagai acara hiburan. Anda harus ke tempat ini dan mengelilinginya paling tidak sekali.

Jika anda ingin makan di Simpang Lima sebaiknya bertanya harganya terlebih dahulu daripada menyesal karena terlalu mahal dan tidak semua makanan di daerah ini enak.

Lawang Sewu

Lawang Sewu artinya adalah pintu seribu saking banyaknya pintu. Jendela-jendela gedung ini dibuat panjang seperti pintu sehingga cukup membingungkan bagi yang belum pernah ke tempat ini. Sayangnya belum pernah ada yang berhasil menghitung berapa jumlah pintu sebenarnya. Lawang Sewu mulai terkenal setelah sering masuk TV, tetapi sudah dikenal seluruh warga Semarang sejak dulu. Di depannya terdapat Tugu Muda untuk menghormati pahlawan dalam Pertempuran Lima Hari di Semarang. Saat ini pengunjung dapat masuk ke lawang sewu untuk menguhi nyali atau sekedar melihat-lihat. Tapi jika waktu anda pendek anda cukup berfoto di depannya, atau melewatinya. Di dekat lawang sewu ada Mall baru yaitu DP Mall.

Pecinan

Kawasan Pecinan semarang masih terjaga dengan baik dan merupakan pusat perekonomian di Semarang. Di pagi dan siang hari anda dapat datang ke pasar Gang Baru untuk melihat suasana pecinan yang lebih terasa. Buah-buahan dan hasil laut terbaik di Semarang ada di pasar ini. Di malam hari kawasan Pecinan terkenal dengan kuliner kaki lima yang selain murah juga enak-enak. Sayangnya transportasi umum di kawasan ini agak sulit. Jika anda ingin jalan-jalan sebaiknya menggunakan becak karena akan lebih praktis.

Kota lama

Daerah kota lama terkenal karena banyaknya bangunan tua dan kuno peninggalan Belanda. Daerah kota lama dekat dengan stasiun Tawang. Bangunan paling terkenal disini adalah Gereja Blenduk. Jika anda akan ke kota lama sebaiknya tidak pada malam hari karena agak gelap dan agak rawan.

Semarang atas

Pada malam hari, jika anda berada di daerah Gombel atau daerah Semarang atas lainnya, anda dapat melihat indahnya lampu-lampu di Semarang bawah di malam hari. Pada siang hari anda dapat melihat Semarang bawah sampai ke laut Jawa. Di Gombel banyak restoran dan kafe yang menawarkan pemandangan malam hari ini.

Oleh-oleh

Tempat membeli oleh-oleh di Semarang adalah di Jl Pandanaran. Di jalan ini berjajar toko oleh-oleh dan pedagang kaki lima. Pedagang kaki lima pada umumnya menjual wingko dan lumpia dengan kualitas dan harga dibawah di toko. Anda tidak perlu ragu untuk menawar semurah-murahnya. Di kawasan ini anda dapat membeli bandeng presto (dan turunannya), wingko babat, lumpia, dan berbagai jenis makanan lainnya. Satu lagi oleh-oleh khas Semarang yang sekarang banyak dibeli adalah kue moaci. Meskipun namanya mirip kue moci di cipanas, tapi bentuk dan rasanya berbeda. Lebih banyak orang yang menyukai kue moaci Semarang karena tidak ada tepung di luarnya sehingga tidak mengotori tangan. Jika anda membeli lumpia untuk oleh-oleh sebaiknya dekat dengan waktu berangkat karena hanya bertahan satu malam. Jadi jika akan pulang ke Jakarta dan naik kereta malam, sebaiknya membeli lumpia sore hari dan sesampainya di Jakarta langsung digoreng lagi. Untuk bandeng dan wingko babat lebih tahan lama.

Selamat berwisata kota di Semarang, cukup dua hari maka anda sudah merasakan Semarang lewat Soto ayam, Lumpia, Nasi Ayam, Tahu Pong, mengelilingi Simpang Lima, menyusuri Pecinan, berfoto di Lawang Sewu dan Kota Lama serta membeli oleh-oleh untuk keluarga dan teman-teman di Jl Pandanaran.

Thursday, June 19, 2008

becak, Indonesian traditional transportation vehicle

How many transportation vehicles did you know? Airplane, car, bus, train, boat are most known transportation. In Indonesia you will be meet becak, bajay, and bemo. All of them are three wheels vehicles. Bemo and bajay only in Jakarta. Becak prohibited in Jakarta but popular in another city.

In Semarang, Central Java, you will feel that becak in this town is wider than becak in Bandung. Becak in Palembang, South Sumatera have unique shape. They use flat roof not circular like in another city. In Gorontalo, becak not using human power but using motorcycle power. Front wheel of motorcycle replaced by passengers compartment. In this town becak called as Bentor (becak motor).
In Medan, North Sumatera, Becak motor also as popular public transportation but the motorcycle is stick on the right side of passenger compartment. In Aceh, the motorcycle stick in front of passenger compartment.

Friday, June 13, 2008

Harina jalannya mundur

Beberapa hari yang lalu, saya sekeluarga naik kereta api Harina dari Stasiun Bandung dengan tujuan Stasiun Semarang Tawang, setelah liburan di Bandung. Salah satu alternatif transportasi pulang ke Semarang adalah KA Harina selain dengan bus malam. Transportasi udara Bandung-Semarang sudah lama tidak ada. Beberapa tahun yang lalu memang ada pesawat Merpati rute Bandung-Semarang, tetapi jumlah penumpang yang terus menyusut membuat akhirnya rute tersebut tutup.

Rute Bandung-Semarang memang tidak seramai Jakarta-Semarang. Sebagian besar penumpang rute ini adalah warga Semarang yang bersekolah di Bandung atau warga Bandung yang bekerja atau memiliki bisnis di Semarang. Secara budaya memang Bandung dan Semarang tidak sedekat Jakarta dan Semarang. Oleh karena itu jalur transportasi banyak didominasi oleh moda bus, terutama bus malam.

Hanya ada satu jenis KA Bandung-Semarang yaitu Harina kelas eksekutif, berangkat dari Bandung 20.15 WIB dan berangkat dari Semarang 20.30 WIB. Meskipun eksekutif dan BBM sudah naik, harga tiket relatif promo dan murah, Rp 120.000,- , dibandingkan kereta eksekutif Jakarta-Semarang yang Rp 180.000,- dan hanya sedikit di atas harga kereta bisnis Jakarta-Semarang yang Rp 100.000,-.

Sekitar tahun 1998 saya pernah menggunakan kereta bisnis Bandung-Semarang, saat itu bernama Mahesa, dengan harga Rp 35.000,-. Berangkat dari Bandung 07.00 WIB dan berangkat dari Semarang sekitar 20.00 WIB. Waktu itu harga promo dan agak sepi, ramai cuma saat tertentu saja.

Dibandingkan dengan Mahesa, Harina tidak jauh berbeda dari sisi jumlah penumpang. Meskipun hanya empat gerbong, beberapa kursi terlihat kosong dan banyak penumpang yang mendapat dua kursi sehingga bisa tidur dalam posisi tidur, bukan duduk. Karena eksekutif, Harina lebih nyaman dengan AC, recleaning seat, dan dipinjamkan selimut dan bantal. Sayangnya tidak diberikan makan malam atau snack. Waktu perjalanan seharusnya sekitar 7 jam (berdasarkan jadual keberangkatan dan kedatangan di tiket), meskipun kenyataannya 7,5 jam. Pada saat menggunakan Mahesa waktu perjalanan sekitar 9 jam.

Perbedaan waktu tempuh karena pada Mahesa jalur yang digunakan adalah jalur selatan, dari Bandung ke Kroya, kemudian ke utara menuju Tegal dan terus ke Timur sampai Semarang. Sedangkan pada Harina jalur yang digunakan langsung ke utara, dari Bandung ke Cikampek, dilanjutkan ke timur sampai Semarang. Bandung-Semarang memang tidak punya jalur rel khusus sehingga baik lewat Kroya maupun Cikampek keduanya kurang efisien karena sedikit memutar. Selain itu, pada saat di Kroya, lokomotif harus tukar posisi karena arah perjalanan kereta berubah. Konfigurasi tempat duduk juga harus berubah agar kita tetap menghadap ke depan. Di kereta bisnis, memindahkan arah kursi dapat dilakukan dengan mudah dan cepat, tanpa menggangu penumpang lainnya.

Pada saat naik Harina beberapa hari yang lalu, setelah KA sampai di Cikampek ternyata lokomotif tetap harus pindah posisi karena dari arah bandung tidak ada jalur rel belok kanan ke arah timur (Cirebon) dan hanya ada belok kiri ke arah barat (Jakarta). Rangkaian kereta menunggu lokomotif pindah posisi. Dibandingkan di Kroya, pindah posisi di Cikampek lebih cepat karena jalurnya lebih cepat dan mungkin juga karena eksekutif jadi lebih cepat.

Seingat saya dulu, pada saat lokomotif pindah posisi, awak kabin kereta akan memberitahu penumpang untuk mengganti konfigurasi kursi agar tidak membelakangi arah gerak kereta. Saya menunggu awak kereta agar dapat merubah konfigurasi bersama-sama penumpang lainnya. Merubah konfigurasi sendiri nggak mungkin karena akan membentur penumpang di belakang dan didepan kursi kami. Setelah sekitar 15 menit, lokomotif sudah pindah posisi dan tersambung di belakang gerbong terakhir, awak kereta belum muncul juga, saya lihat sebagian besar penumpang sudah tidur termasuk anak saya.

Tidak lama kemudian terdengar priiit, dan kereta jalan, pertama-tama pelan, dan selanjutnya ngebut. Blaik, kereta ini jalan mundur dong. Setelah agak lama barulah awak kereta muncul. Ketika saya tanya kenapa tidak diberitahukan untuk memutar kursi, hanya dijawab :”Kasian, ngganggu yang sudah tidur”. Apes deh, saya kan belum tidur, masa’ lebih parah dari ekonomi. Di kereta ekonomi, sebagian penumpang menghadap depan, sebagian membelakangi arah jalannya kereta karena memang kursi kelas ekonomi nggak bisa diapa-apain. Di Harina ini, semua kursi mundur.

Memang sih karena malam dan gelap diluar, apalagi bagi penumpang yang sudah tidur nyenyak, efek mundur tidak terlalu terasa, tapi tetap saja ada yang nggak enak. Kayaknya tiap malam kereta Harina memaksa penumpangnya mundur. Terpaksa deh cari kursi lain yang kosong sehingga bisa tiduran dan tidak merasakan efek jalan mundur. Untungnya dapat satu kursi kosong sehingga bisa tidur nyenyak meskipun tetap tidak dapat memutar kursi.

Sampai di Pekalongan kereta berhenti dan beberapa penumpang turun di Stasiun ini. Saat itulah banyak penumpang yang bangun dan baru sadar tambah kaget karena baru tahu keretanya mundur. Tetapi mungkin karena mengantuk dan tidak ada yang berinisiatif memutar kursi, ya akhirnya tetap saja mundur. Jadi, lebih dari lima jam kami naik kereta eksekutif secara mundur.

Semoga PT KAI punya dana dan kesempatan untuk membangun jalur rel belok kanan di pertigaan Cikampek dari Bandung ke Semarang agar lokomotif tidak perlu pindah posisi, sehingga waktu perjalanan bisa 6 jam seperti Jakarta-Semarang dan yang tidak membuat penumpang merasakan naik kereta mundur.

Tuesday, May 13, 2008

Perjalanan ke Subang, wisata kota

Pada bulan Mei ini, wisata kota kali ini ke Subang karena saya dan istri mendapat undangan pernikahan saudara. Istri saya sudah pernah ke kota Subang tetapi sudah lama sekali sehingga tidak hapal jalan, sementara saya belum pernah ke kota Subang. Setelah mencari informasi dari berbagai sumber, kami memutuskan dari Jakarta lewat terminal Kampung Rambutan daripada dari Bandung lewat Lembang. Sebenarnya kami pingin main ke Bandung dulu, tetapi karena transportasi Bandung-Subang lebih rumit, kami memilih dari Jakarta langsung Subang. Bentuk kabupaten Subang memanjang dari pantai utaran ke selatan, berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Purwakarta. Kota Subang terletak di sebelah selatan sehingga lebih sejuk daripada Subang bagian pantai utara.

Kami berangkat jam 09.00 dari Depok ke Kampung Rambutan dengan angkot 112. Sampai di Kampung Rambutan, setelah sempat melalui pengalaman nggak enak di dalam terminal (cerita lengkapnya di “Terminal Kampung Rambutan yang buruk”), kami naik bus AC ke Subang (PO Warga Baru). Total perjalanan sekitar 3 jam karena banyak berhenti di luar terminal, UKI, dan banyak tempat lainnya. Perjalanan Jakarta-Subang melewati tol Cikampek, keluar Sadang Purwakarta, Kalijati, dan Berakhir di Terminal Subang. Bus sering berhenti untuk menaikkan dan menurunkan penumpang. Meskipun bus AC tapi bukan patas dan banyak penumpang yang berdiri, tarif Rp 15.000,- per orang.

Berdasarkan searching di internet, saya memutuskan untuk ke Subang Plaza Hotel karena letaknya di pusat kota. Dari terminal saya naik angkot sekali dengan tarif Rp 2000,- per orang. Perjalanan sekitar 10 menit melewati Jl Otista yang merupakan jalan utama di kota Subang dan kami sampai di pertigaan di depan Subang Plaza Hotel dan turun. Sayang sekali, ternyata hotelnya sudah bangkrut, kayaknya cocok banget untuk setting film horor. Bangunannya besar, dengan halaman luas, dan model lama. Berarti situs pemda Subang nggak diupdate karena masih tertulis tarifnya mulai Rp 115.000,-.

Berdasarkan info di internet ada satu hotel lagi di jalan R Suprapto, kami lupa nama dan alamatnya. Mengingat hari sudah siang dan perut keroncongan, kami akhirnya makan siang di timbel kaki lima di depan hotel Subang Plaza. Timbelnya enak, meskipun tidak seenak timbel Istiqomah Bandung (apa karena laper banget ?), tapi murah banget. Dua nasi, satu mujair, satu ikan mas, tiga tahu, ditambah sambal yang enak hanya Rp 9.500,-. “Makasih banget Pak”.

Bapak timbel ini juga informatif, hotel yang bagus katanya di Jl Otista, 50 m dari pertigaan, namanya Diamond. Ketika saya tanyakan dengan hotel lain di Jl R Suprapto (ternyata namanya hotel Sederhana) katanya lebih bagus di Diamond. Hotel lain namanya Panglejar, masuk gang. Kami memilih Diamond dan jalan kaki ke hotel tersebut.

Hotelnya lumayan, ada banyak kelas, kami memilih yang ada AC dan TV-nya dengan tarif Rp 165.000,- per malam. Capek, panas, dan kenyang, tibalah rasa kantuk, akhirnya tidur. Malam hari kami berjalan-jalan di pusat kota dan ke pasar pujasera. Menurut resepsionis hotel, pusat kota ya pertigaan Subang Plaza tadi. Kami lihat untuk ukuran malam minggu, pusat kota Subang terlalu sepi, lapangan luas di depan kantor pemerintah juga gelap. Dari pertigaan kami ke pasar Pujasera untuk mencari makan malam. Bayangan kami, pujasera artinya pusat jajanan serba ada, mirip food court di mall. Ternyata itu hanya nama untuk beberapa ruko dan di belakangnya ada pasar. Ada banyak kaki lima penjual sate, timbel, dan makanan kecil. Di pujasera ini suasananya lebih ramai. Kami memilih sate dan sop kaki kambing serta membeli beberapa gorengan.

Yang unik, penjual sate di Subang kebanyakan ibu-ibu (mungkin karena calon bupatinya perempuan). Penjual gorengan juga menjual pisang molen dan kue-kue kecil lainnya. Sayangnya sate dan sop yang kami santap rasanya kurang mantap. Satu porsi sate, sop kaki kambing, dan dua nasi Rp 24.000,-. Kayaknya lebih enak timbelnya. Saat makan, tiba-tiba turun hujan deras disertai angin kencang sehingga membatalkan kami untuk berjalan-jalan lebih jauh. Kami memutuskan untuk pulang, dan sempat melihat gang menuju hotel Sederhana yang agak gelap. Menurut resepsionis hotel, oleh-oleh ada di Pujasera ini, tapi kami hanya menemukan dodol nanas di salah satu toko. Sebelum ke hotel kami mampir dulu di Yogya Swalayan yang sangat sesak pengunjung untuk mencari oleh-oleh lain, tapi tidak ada.

Pagi harinya kami datang ke pernikahan dengan naik becak ke daerah pasar panjang. Disebut pasar panjang karena para pedagang berada sepanjang Jl Sutaatmaja. Selesai acara kami balik ke hotel dan persiapan pulang ke Jakarta. Dari hotel kami naik angkot ke terminal bus Subang. Selama dua hari di Subang kami melihat bahwa angkot disini agak sepi penumpang sehingga sering ngetem. Kami memilih angkot yang hampir penuh supaya tidak ngetem. Angkot yang kami naiki ternyata sebenarnya bukan rute terminal, tapi ia mau mengantarkan kami ke terminal tanpa tambahan biaya. Sebelum sampai terminal dan di terminal, kami melihat beberapa angkutan ke Lembang, mobilnya model Elf lama. Kami beruntung lewat Jakarta dan tidak lewat Bandung, kebayang panas dan sesak di dalam elf tersebut, padahal perjalanan juga tidak dekat.

Sampai di terminal Subang kami naik bus AC jurusan Lebak Bulus. Selain karena trauma kejadian di Kampung Rambutan, bus ini juga berhenti di Pasar Rebo, jadi kami lebih cepat ke Depok. Tarif Subang-Lebak Bulus sama Rp 15.000,- per orang, busnya juga PO Warga Baru, kayaknya memang PO ini yang menguasai rute Jakarta-Subang. Perjalanan Subang-Jakarta tiga jam juga, penumpang lebih banyak yang berdiri, kebanyakan naik dari Kalijati. Rutenya sama, Kalijati, Sadang, Tol Cikampek, keluar Cawang, masuk Tol lagi dan keluar di Pasar Rebo. Di Pasar Rebo kami turun dan naik angkot ke Depok. Berakhirlah perjalanan wisata kota Sabtu-Minggu kali ini ke Subang.

Sayangnya tidak banyak oleh-oleh yang bisa dibawa. Warung oleh-oleh terlihat banyak di pinggir jalan menuju Kalijati. Selain buah nanas dan olahannya yang jadi hasil utama Subang, juga ada krupuk sangrai. Kami tidak mungkin turun dari bus untuk membeli oleh-oleh di pinggir jalan. Sepertinya warung oleh-oleh dikhususkan untuk mereka yang naik mobil pribadi.

Kesan kami, kota ini masih sepi, kurang berkembang meskipun dekat Jakarta dan banyak orang yang mengenalnya.

Monday, May 5, 2008

Terminal Kampung rambutan yang buruk

Tanggal 3 bulan Mei ini saya berkesempatan ke Subang menghadiri pernikahan saudara. Meskipun saya sering melewati kabupaten Subang, tapi saya belum pernah ke pusat kota Subang, jadi ini saatnya untuk wisata kota ke Subang.
Perjalanan dimulai dari Depok ke terminal Kampung Rambutan. Perjalanan angkot 112 Depok-Kampung Rambutan lancar. Saya sudah lama tidak naik angkot ini sampai terminal jadi kurang tahu tarifnya. Ternyata Rp 2500,- per orang (dari daerah UI). Turun dari angkot saya dan istri bermaksud langsung ke tempat bus antar kota berada.
Ternyata turun dari angkot banyak calo yang mengerubung dan bertanya kami mau kemana. Berdasarkan pengalaman saya di berbagai terminal, jika kita sebutkan tujuan kita akan digiring (bahkan saya pernah didorong cukup keras di Pulo Gadung) oleh mereka dan banyak tidak enak atau terjadi hal yang tidak diinginkan. Beberapa tahun yang lalu saya sering ke Kampung Rambutan untuk naik bus ke Bandung (sebelum tol Cipularang diresmikan) dan saya cukup jalan cepat sambil menolak tawaran atau pertanyaan mereka karena saya sudah tahu tempat bus parkir dan mereka tidak mengganggu lagi. Ternyata saat ini Kampung Rambutan sudah berubah, cara saya tidak berhasil, salah satu calo memaksa saya menjawab pertanyaannya, dan ketika saya menunjuk arah bus antar kota parkir, ia malah marah dan mengumpat, dan keluarlah seluruh isi kebun binatang. Saya tidak ambil pusing dan langsung masuk ke area bus antar kota, membayar Rp 500,- (berdua) untuk retribusi (sebenarnya tertulis Rp 200,- per orang, tapi jangankan kembalian Rp 100,- , karcis retribusi saja kita tidak diberi) dan langsung duduk di peron.
Di sini banyak lagi calo yang bertanya kami mau kemana. Saya menggeleng sambil bilang tidak, karena saya memang pingin duduk dulu, lihat situasi dan observasi. Sialnya, ada satu calo yang ngotot nanya. Dijawab makasih, tidak, dan geleng kepala tidak menyerah, malah mbandingin sama Presiden yang katanya mau jawab kalau ditanya lah, sombonglah, jawab nggak bayar lah, dan lain-lain. Waktu saya jawab dengan pertanyaan “Nggak boleh saya duduk ke terminal dan nggak jawab pertanyaan ?”, makin ngaco saja dia ngomongnya. Terakhirnya dia jawab “Saya karyawan bukan calo”.
Nah, lho.?. Siapa yang menuduh dia calo ? Berarti dia memang calo. Dia memang nggak pake seragam, nggak bawa karcis, dan nggak di dekat bus atau agen tiket. Jadi bener juga saya bilang “tidak” tadi. Kesel banget sih, kok ya ada saja gangguan menyebalkan, tapi kayaknya kalau tadi saya bilang mau ke Subang, bisa jadi hasil akhirnya lebih menjengkelkan. Akhirnya dia menyerah dan meninggalkan kami.
Sekitar 10 menit kami duduk sambil minum untuk meredakan rasa jengkel sambil mencari-cari bus jurusan Subang ada di mana. Seingat saya dulu bus ke daerah di Jawa Barat berjajar mulai dari Bandung, Garut, Tasik dan daerah lain. Kali ini saya tidak melihat bus Subang, hanya ada bus Bandung, Garut, Tasik, Banjar, dan malah Merak. Ada calo lain datang dan kembali bertanya “Mau kemana Pak ?”.
Saya lihat tampangnya, cukup ramah dan sopan, saya jawab “Kalau mau ke Subang dimana ?”.
“Bus Subang di belakang Pak” jawabnya sambil pergi dengan sopan.
“Terima kasih” jawab saya sambil berpikir, kalau yang ini malah mungkin bener-bener karyawan karena tidak memaksa dan segera pergi.
Saya observasi sebentar, ternyata tempat parkir bus untuk jurusan Subang, Kalijati, Sadang, Cikampek, dan Purwakarta ada sendiri. Tempatnya lebih kecil dan tidak ada tempat menunggu. Setelah menunggu lima menit bus AC jurusan Sadang-Kalijati-Subang datang dan kami langsung naik. Ternyata terminal bus Kampung Rambutan sudah banyak berubah. Lebih kacau. Calo ada dimana-mana dan memaksa seperti Pulo Gadung. Penumpang terlihat lebih sepi, mungkin banyak yang beralih ke alat transportasi lain setelah tol Cipularang digunakan. Pantas saja banyak penumpang yang naik dari luar terminal. Padahal pada tahun 2002 saya pernah beberapa kali menginap di terminal Kampung Rambutan karena datang kepagian dari Bandung (jam 1-2 dini hari). Waktu itu rasanya aman dan teratur. Kalau sekarang kayaknya untuk naik bus dari dalam terminal nggak dulu ah. Pulang dari Subang pun saya pilih bus Subang-Lebak Bulus dan turun di Pasar Rebo.

Moda Transportasi

Transportasi terjadi tidak hanya jika ada dua port (tempat), tetapi juga harus ada perpindahan orang atau barang diantara kedua tempat tersebut. Saat ini hampir semua transportasi menggunakan alat transportasi. Hanya perpindahan jarak dekat yang dicapai dengan berjalan kaki. Jenis transportasi sering disebut sebagai moda (dari kata mode yang artinya cara). Jika anda pernah melihat atau naik bus Bandara Soekarno-Hatta – Bandung, di bagian atas kaca depan bus tertulis “Angkutan Pemadu Moda”, maksudnya ada dua moda angkutan yang dipadukan yaitu transportasi pesawat udara dan bus.
Jakarta sebagai pusat perekonoman Indonesia memiliki berbagai jenis moda transportasi. Memang banyak moda transportasi lain yang digunakan di Indonesia tetapi tidak ada di Jakarta. Tidak hanya becak yang dahulu ada di Jakarta kemudian dihapuskan, tetapi juga moda transportasi lain seperti becak motor yang ada di Medan, atau gerobak sapi yang ada di Yogya.
Ada berapa jenis moda transportasi di Indonesia ? Mana yang paling praktis ? Mana yang paling banyak digunakan ? Mana yang paling disukai ?
Pertanyaan lainnya adalah moda transportasi apa saja yang pernah kita rasakan ?
Coba kita hitung moda transportasi yang pernah kita rasakan atau gunakan. Bandingkan dengan teman kita atau dengan orang lain. Adakah yang belum kita coba ?
Di Jakarta saya sudah pernah menggunakan pesawat udara, KRL (Kereta Api Listrik) baik ekonomi maupun Expres, kereta ekonomi (ke Semarang), kereta bisnis, kereta eksekutif, bus bandara, bus kota patas, kopaja, bus kota ekonomi, busway, bus antar kota, taksi, bajay, ojek sepeda, ojek sepeda motor, mikrolet, berbagai jurusan angkot, angkot plat hitam, dan travel antar kota.
Apakah sudah semua ? Ternyata belum. Saya belum pernah merasakan naik bemo di daerah grogol, kapal ferry, dan moda lainnya.
Bagaimana di luar Jakarta ? Meskipun saya sudah pernah naik bentor di Gorontalo, becak di Semarang, Bandung, Yogya, Cirebon, Banjarmasin, dan Makassar, becak motor di Medan dan Aceh, bendi di Payakumbuh, kapal pong-pong ke Tanjung Pinang, angkot berpintu empat di Palembang dan berbagai variasi angkot di berbagai kota, tapi saya belum pernah merasakan naik perahu di pasar apung Banjarmasin, kereta uap di Ambarawa atau naik kuda ke puncak gunung Bromo.
Alam dan budaya Indonesia yang beraneka ragam telah menghasilkan berbagai jenis moda transportasi yang memiliki ciri khas, keunggulan, kenyamanannya masing-masing. Meskipun becak ada di Bandung tetapi kurang praktis karena banyak jalan yang menanjak, ojek sepeda mungkin hanya cocok di daerah macet Jakarta,
Berbagai angkot memiliki keunikan di tiap kota. Angkot Menado berciri full musik, angkot Balikpapan semua kursi penumpang menghadap ke depan, angkot di Palu tidak ada rutenya, angkot di Tarakan berpelat hitam, angkot di Semarang yang alon-alon asal kelakon atau angkot di Kupang yang penuh stiker dan accessories.
Bahkan untuk pesawat udara, tidak hanya ada berbagai maskapai dengan berbagai rute, tetapi juga berbagai tipe pesawat udara dengan kenyamanan dan kondisinya masing-masing. Sebagian besar penumpang pesawat udara rute domestik sudah pernah merasakan B727-200, B737-200, B737-300, B737-400, B737-500, B737-800, B737-900ER dari Boeing dan A319-100, A320-200 dari Airbus. Bagi yang ke pernah ke luar negeri mungkin merasakan A300, A310, A330, A340 dari Airbus dan B747, B757, B767, B777 dari Boeing. Tetapi mungkin jauh lebih sedikit yang pernah merasakan ATR42, Fokker 50, C212, atau CN235 (buatan Indonesia) untuk pesawat bertenaga turboprop (menggunakan baling-baling).
Jika anda belum mendatangi seluruh tempat di Indonesia, kemungkinan besar masih banyak moda transportasi yang belum pernah anda rasakan. Perpaduan atau kombinasi berbagai moda transportasi di Indonesia juga sangat menarik dan memberi pengalaman yang sulit untuk dilupakan. Jadi, berapa jenis moda transportasi yang sudah anda rasakan ? Adakah yang belum pernah anda rasakan ? Ada yang membuat anda penasaran ?

Tuesday, April 29, 2008

Perjalanan ke Samarinda, wisata kota

Bagian ketiga

Pada hari ketiga kami kembali ke Balikpapan. Setelah sarapan dan packing oleh-oleh kami check-out dan naik angkot ke arah terminal Sekunjang. Berdasarkan informasi dari internet kami memutuskan menunggu bus di dekat jembatan Mahakam. Memang di tempat tersebut sudah menunggu bus ke Balikpapan yang sedang ngetem, sayangnya bus ini tidak menggunakan AC. Berdasarkan pengalaman perjalanan Balikpapan-Samarinda, lebih baik kami menunggu bus AC. Ternyata frekuensi bus AC sangat jarang dan setelah 1 jam lebih kami menunggu atau 7 bus non-AC lewat baru bus AC datang. Setelah ngetem beberapa menit akhirnya bus berangkat.

Kami melewati jalan yang sedikit berbeda di kawasan Samarinda seberang dan melewati daerah yang mengalami kebakaran malam sebelumnya. Perjalanan ternyata lebih nyaman dan badan tidak terlalu terguncang-guncang sehingga kami tertidur cukup lama. Setelah 2,5 jam perjalanan kami sampai di terminal Batu Ampar. Kami lanjutkan dengan angkot 2A ke terminal angkot Damai. Dari terminal Damai kami mencari hotel di dekat Balikpapan Mall. Setelah mendapatkan hotel yang sederhana tapi agak mahal (dibandingkan Samarinda) kami makan siang ke pasar Kebun Sayur. Untunglah meskipun sudah agak sore kami masih kebagian udang galah bakar dan cumi bakar khas Banjarmasin yang segera kami santap. Sebelum pulang ke hotel kami sempat beli beberapa kaos lagi untuk oleh-oleh. Pasar Kebun Sayur adalah pusat oleh-oleh di Balikpapan. Karena sudah dua kali ke Balikpapan kami sudah hafal dan tidak membeli oleh-oleh lain.

Malam harinya kami sempatkan ke Balikpapan Mall sekedar cuci mata dan bersantai. Makan malam kali ini sate di dekat bioskop. Meskipun di taman sebelah bioskop banyak pedagang makanan saya hanya tertarik sate. Sayangnya setelah disantap di hotel rasanya biasa saja.

Hari Selasa pagi sekitar jam 9.30 WIT kami berangkat ke Bandara dengan fasilitas antaran dari hotel. Setelah mengurus tiket dan check in kami menunggu di boarding lounge. Mahal juga Airport Tax Balikpapan, sama dengan Jakarta Rp 30.000,-. Di toko di dalam boarding lounge kami membeli kaos ukuran kecil untuk anak tercinta yang ditinggal di Semarang.

Pada saat berangkat dari hotel kami merasa kenyang sehingga tidak terpikir untuk menyiapkan bekal makan siang. Pesawat yang dijadwalkan berangkat jam 1 siang dan penerbangan selama 2 jam tanpa snack (naik Mandala sekarang tidak ada snack) bisa membuat kelaparan di dalam pesawat nanti. Saya keluar dari boarding lounge dan pergi ke parkiran taksi bandara. Biasanya di tempat seperti ini ada warung untuk para sopir taksi. Bener juga, ada satu warung sederhana menjual makanan dan minuman. Saya minta satu porsi nasi bungkus dengan sayur, telor bulat, dan tahu.

Tebak berapa harganya ? Rp 15.000,-. Mahal benar. Di Balikpapan makanan memang mahal, tapi ini kan di parkiran taksi. Masih lebih murah di bandara Cengkareng. Tapi untunglah saya sempet membeli nasi bungkus tersebut, setelah setengah jam take off, mulai deh kelaparan menyerang. Bau POP-mie beberapa penumpang yang membeli on-board memaksa kami membuka nasi bungkus, dan ternyata rasanya enak banget.

Penerbangan Balipapan-Jakarta lancar tapi landingnya masih lebih halus waktu di Balikpapan. Pesawatnya Airbus A319 registrasi PK-RMF dengan Capt Nasa’i Yusron. Keluar terminal C saya mampir ke kantor untuk menitipkan oleh-oleh makanan. Berakhirlah perjalanan wisata kota kami kali ini ke Samarinda.

Syarat wisata kota telah terpenuhi : menginap (hotel Andhika), makan makanan khas (ikan puyu bakar dan warung jinggo), berkeliling kota dengan tranportasi umum (angkot), main di pusat perbelanjaan (SCP dan Lembuswana), serta membeli oleh-oleh khas Samarinda (kaos, sarung, dan amplang).

Tuesday, April 22, 2008

Perjalanan ke Samarinda, wisata kota

Bagian kedua
Setelah sampai di Terminal Sei Sekunjang dan bus parkir pada tempatnya, kami keluar dari terminal untuk naik angkot. Begitu keluar dari bus panasnya minta ampun. Langsung terasa kering dan pusing. Kami menggunakan angkot warna hijau untuk ke pusat kota dan mencari hotel. Sebagai acuan kami meminta diantar ke Samarinda Central Plaza (SCP) karena angkot di Samarinda tidak memiliki rute tetap. Kita harus bertanya sebelum naik apakah mereka mau mengantar ke tujuan yang kita inginkan. Meskipun angkot dibedakan menjadi beberapa warna dan huruf ternyata hanya membatasi daerah operasinya.
Setelah berputar-putar mengantar penumpang lainnya, ternyata sopir angkot salah pengertian dan kami diantar ke Plaza Samarinda. Plaza ini kumuh dan tutup. Setelah melihat peta kami memutuskan berjalan kaki ke SCP karena jaraknya tidak terlalu jauh. Meskipun jaraknya tidak terlalu jauh tetapi karena panas, sampai di SCP kami seperti dehidrasi dan harus beristirahat sambil minum milo. Sambil beristirahat kami observasi mall SCP. Meskipun berukuran sedang tapi sangat ramai, setelah dirasa cukup kami keluar mall.
Setelah agak pulih kami berjalan kaki mencari hotel yang murah tetapi layak. Meskipun di beberapa blog dan berdasarkan informasi teman bahwa Samarinda biaya hidupnya lebih murah dibandingkan Balikpapan ternyata hotelnya tidak jauh berbeda tarifnya dengan Balikpapan. Setelah berpanas-panas dan bertanya ke beberapa hotel akhirnya kami menginap di Hotel Andhika. Setelah memilih kamar dengan fasilitas air panas kami langsung mandi dan tidur.
Bangun tidur ternyata sudah malam dan saya mencari makan malam. Akhirnya saya beli sate madura untuk makan malam di hotel. Lumayan enak dan kenyang.
Hari kedua, hari minggu, kami langsung ke Citra Niaga untuk membeli oleh-oleh. Dengan sekali angkot kami sampai di pasar oleh-oleh. Meskipun pasar ini pernah terbakar dan bekasnya masih ada tapi toko-toko yang tersisa masih banyak dan menawarkan banyak variasi oleh-oleh, mulai dari kaos, batu-batuan, sarung, kain, dan kerajinan lain. Sayangnya tidak ada oleh-oleh makanan seperti amplang atau kuku macan di pasar ini. Setelah memilih beberapa kaos dan sarung kami kembali ke hotel karena tidak kuat panasnya.
Agak siang, kami pergi melihat mall Lembuswana. Mall yang lumayan luas daripada SCP dan lebih ramai. Samarinda benar-benar kota yang padat, apalagi pas weekend, seakan-akan semua tumpah ruah di mall untuk refreshing. Kami hanya melihat-lihat, beli es milo di KFC buat menambah tenaga. Maklum panasnya benar-benar menyedot tenaga. Pas mau balik, kami lihat ada Gramedia di belakang mall. Rencananya cuma mau lihat-lihat saja, ternyata ada obralan buku dan VCD. Buku-buku Disney aktivitas buat anak yang biasanya harganya puluhan ribu diobral 2 ribu- 3 ribu saja. VCD film seri Alias, BBC seri pengetahuan diobral menjadi 3 ribuan. Langsung deh borong Alias 1st dan 2nd season total 16 pcs.
Setelah puas melihat-lihat, kami cabut untuk makan di rumah makan "Martapura" di jalan Juanda. Kami waktu itu yang memang pengen makan masakan khas Banjar (terutama udang galah bakarnya) secara gak sengaja melihat rumah makan ini waktu perjalanan dari terminal menuju kota. Sayang benar-benar sayang, udang galahnya sudah habis. Benar-benar nggak hoki, akhirnya kami pilih ikan puyu bakar yang enak juga dan jarang dijumpai di Jawa.
Habis itu kami balik lagi ke SCP, karena kemarin rasanya belum benar-benar lihat karena capek perjalanan. Beli beberapa mainan buat anak yang harganya juga miring. Ketika mau balik ke hotel karena sudah sore, baru ingat kita pengin cobain warung jinggo yang terkenal di Jl. Irian, ternyata persis depan SCP.
Warung Jinggo berupa warung tenda dengan berbagai masakan. Mungkin kalo di Jogya seperti angkringan, di Semarang seperti warung nasi kucing. Ada nasi pahundut khas Banjar (sory kalo salah, nasi pakai santan dan dibungkus daun pisang rasanya gurih), nasi rendang, telur penyu, bermacam-macam sate, susu kedele, dsb. Mejanya panjang tapi penuh dengan makanan.
Setelah membungkus makanan untuk makan malam nanti, kamipun bergegas pulang ke hotel.
Malamnya, kami mau cari oleh-oleh makanan untuk orang rumah dan teman-teman. Kami diberitahu orang hotel untuk mencari di jalan AM Sangaji ("Karya Bahari"). Sebenarnya tidak terlalu jauh tapi karena tidak begitu terang, jadi rasanya jauh dan tidak sampai-sampai. Karena niatnya memang untuk jalan-jalan apalagi karena hari terakhir kami di Samarinda, maka kamipun pergi dan pulang jalan kaki. Sempat pengen lihat bandara Temindung karena sudah dekat tapi ya itu karena penerangan tidak terlalu baik jadi nggak sampai.

Wednesday, April 16, 2008

Perjalanan ke Samarinda, wisata kota

Bagian pertama


Sudah menjadi agenda rutin saya dan istri untuk berwisata kota dengan terget satu kota tiap bulan. Bulan april ini kota Samarinda yang menjadi tujuan kami. Kami sudah dua kali ke Balikpapan tetapi belum pernah ke Samarinda. Meskipun Samarinda adalah ibukota propinsi Kalimantan Timur pesawat komersial sekelas 100 penumpang hanya dapat landing di Balikpapan. Oleh karena itu untuk ke Samarinda kita harus menggunakan penerbangan Jakarta-Balikpapan terlebih dahulu.

Kami berangkat dari Jakarta pada tanggal 4 April 2008 dengan penerbangan pagi Mandala. Keluar dari kos sekitar pukul 03.00 WIB, naik angkot ke Pasar Minggu dan sampai sekitar setengah jam kemudian untuk naik bus Damri Pasar Minggu-Bandara pemberangkatan pertama pukul 04.00 WIB. Tiba di bandara Soekarno-Hatta sekitar 50 menit kemudian. Langsung check-in dan pesawat berangkat on schedule 6.15 WIB. Kali ini kami menggunakan pesawat Airbus A319 dengan registrasi PK-RMD. Penerbangan sekitar 1 jam 50 menit terasa sangat lama, apalagi saya tidak bisa tidur meskipun mengantuk berat akibat bangun terlalu pagi. Untungnya saya sudah siap roti dan minuman kotak untuk mengisi perut. Sebagian besar penumpang menyantap mie-cup yang dijual di dalam pesawat. Sayang sales on board hanya mie-cup yang dapat dipilih oleh penumpang. Bau khas mie dan kondisi nggak tahu mau ngapain memang menggoda untuk ikut membeli mie-cup dan kayaknya memang sebagian besar penumpang membeli karena hal ini.

Penerebangan cukup mulus, mungkin karena penerbangan pagi dan cuaca cukup cerah. Mendarat di Balikpapan sangat mulus sampai kami tidak merasakan kapan touch-down (saat roda pendarat menyentuh landasan pertama kali saat landing), terimakasih buat Captain. Keluar dari ruang kedatangan kami ke kantor Mandala untuk memastikan rute dan alat transportasi ke Samarinda.

Keluar dari terminal bandara Sepinggan kami langsung naik angkot (di Balikpapan disebut taksi) nomor 07 untuk sarapan di kepiting Nandito. Kepiting saus yang kami santap bumbunya enak tapi sayangnya kepitingnya kurang segar dan cukup mahal (Rp 100.000,- untuk 3 ekor kepiting telor sedang). Setelah kenyang kami naik angkot 07 kembali ke terminal Damai. Ini adalah terminal angkot di pusat kota Balikpapan. Ongkos angkot di dalam kota Balikpapan jauh-dekat Rp 2500,- per orang.

Kami lanjutkan perjalanan dengan angkot nomor 2A ke terminal bus Batu Ampar dengan tarif Rp 10.000,- untuk dua orang. Perjalanan cukup jauh dan mendekati terminal Batu Ampar ada bis Balikpapan-Samarinda yang ngetem di perempatan. Sopir angkot berhenti dan bertanya apakah kami mau naik bis ini saja, tetapi karena bukan bus AC kami memilih untuk melanjutkan ke terminal saja.

Terminalnya cukup nyaman, bersih dan teratur. Kami segera mencari bus AC jurusan Samarinda dan akhirnya bus Cahaya Bone yang siap berangkat. Setelah 15 menit menunggu penumpang, bus ke luar dari terminal dan sampai perempatan bus berhenti untuk ngetem. Terlihat bus yang sedang ngetem segera berangkat. Ternyata di Balikpapan-Samarinda berlaku aturan bus boleh ngetem, tapi kalau bus di belakangnya sudah sampai harus berangkat berapapun penumpangnya. Dengan aturan ini tidak terlihat tumpukan antrian bus di dekat terminal, tidak ada kemacetan, dan memberi kepastian bagi penumpang. Mereka juga tidak pilih-pilih bus. Kayaknya cuma kami yang terlihat memilih-milih bus, maklum kondisi panas menyengat begini memaksa kami harus memilih bus AC. Tarif bus AC Rp 23.000,- per orang sedangkan non AC Rp 20.000,- tapi bus AC frekuensinya sangat jarang, mungkin sekitar dua jam sekali.

Setelah sekitar 7 menit ngetem dan bus di belakang datang bis kamipun berangkat ke Samarinda. Perjalanan bus sekitar 2,5 jam melalui jalan berkelok-kelok dan naik turun. Hebat juga bus dan sopirnya, mampu melewati rute ini dengan kecepatan lumayan cepat dan stabil sehingga meskipun badan berayun ke kanan kiri tapi kami bisa tertidur.

Perjalanan Balikpapan-Samarinda melewati bukit Soeharto dengan hutan dan jalannya yang berkelok-kelok dan kawasan yang akan digunakan untuk PON tahun ini. Bagian kota Samarinda yang pertama dilewati adalah daerah Samarinda Sebrang. Setelah melewati jembatan Sungai Mahakam bus menuju terminal Sei (sungai) Sekunjang. Akhirnya sampai juga kami ke kota Samarinda. Perjalanan berkeliling kota Samarinda akan saya tulis di artikel berikutnya.

Tuesday, April 15, 2008

Wisata kota

Wisata pada umumnya adalah pergi ke tempat-tempat yang telah ditetapkan sebagai daerah pariwisata. Sebagian besar tempat pariwisata adalah wisata alam. Apa yang akan kita lihat tentu saja adalah keindahan alam. Namun seringkali kita kecewa dengan keadaan yang tidak sesuai dengan promosi atau gambar yang pernah kita lihat. Beberapa tempat wisata malah kadang dirusak oleh pengunjung yang iseng atau bahkan oleh penduduk sekitar yang berjualan dan mengotori tempat tersebut. Belum lagi keadaan yang tidak mengenakkan di beberapa tempat wisata seperti harga makanan yang terlalu mahal, biaya masuk yang mahal dan tidak jelas penggunaannya, pemaksaan oleh pemandu atau penjual, dan bahkan penipuan atau kejahatan lainnya di tempat wisata. Bahkan agen perjalanan dan teman dalam perjalanan pun bisa membuat wisata yang kita lakukan tidak berkesan tetapi malah mengesalkan.

Wisata kota adalah alternatif pariwisata dengan cara mengunjungi suatu kota, merasakan menginap di kota tersebut, menikmati kuliner yang khas di kota tersebut, menggunakan sarana transportasi yang ada untuk berkeliling kota dan terakhir membeli oleh-oleh sebagai kenangan akan kota tersebut. Wisata kota dilakukan atas kemauan kita sendiri, tidak terbatas agen perjalanan, tidak tergantung pemandu, dan dilakukan sendiri atau bersama orang yang sesuai dengan kita. Kita merencanakan sendiri wisata ini dan mendapatkan hasilnya sendiri. Wisata ini bisa kita lakukan dengan sengaja mengunjungi suatu kota atau bersamaan dengan tugas atau dinas luar di suatu kota sehingga biayanya lebih ringan. Keuntungan wisata kota dibandingkan wisata lain adalah waktu yang fleksibel, biaya bisa ditekan karena menggunakan transportasi umum, kemungkinan terlantar atau tersesat kecil karena kita berada di kota dimana ada fasilitas umum dan masyarakat yang bisa kita minta informasi.

Wisata kota tidak hanya mengunjungi tempat-tempat tertentu tetapi juga menikmati perjalanan untuk menuju tempat-tempat tersebut, merasakan bagaimana denyut kehidupan masyarakat, mengenal dan memahami budaya, kebiasaan dan aturan-aturan yang umum berlaku di kota tersebut.

Tiap kota memiliki sistem dan sarana transportasi yang berbeda-beda. Tidak semua kota memiliki angkutan kota, taksi, becak atau bis. Beberapa kota memiliki angkutan air atau angkutan sungai, sedangkan kota yang lain mungkin ojek menjadi alat tranportasi yang paling umum dan praktis.

Masyarakat setiap kota memiliki komposisi bervariasi. Sebagian kota didominasi etnik tertentu, sebagian kota yang lain penduduk asli mendominasi, sebagian kota yang lain didominasi oleh pendatang, atau beberapa kota tidak jelas siapa yang mendominasi karena benar-benar dihuni oleh campuran etnik baik penduduk asli maupun pendatang.

Salah satu yang harus dilakukan dalam wisata kota adalah wisata kuliner. Setiap kota memiliki ciri wisata kulinernya masing-masing, baik dari bahan makanan, cara pengolahan, rasa, cara penyajian, sampai cara menyantap makanan tersebut. Tidak selalu saat wisata kota pantai hanya terdapat sea food, dan kota yang jauh dari pantai pun bisa memiliki kuliner khas dari hasil laut.

Perekonomian juga menarik untuk diamati dan dirasakan. Ada kota yang sendi ekonominya didominasi oleh pasar tradisional, sebagian kota didominasi ruko-ruko, dan ada beberapa kota besar yang sudah beralih ke pasar modern dengan banyaknya mall dan pusat perbelanjaan modern.

Hasil bumi dan industri suatu kota juga menarik untuk dipelajari. Sebuah kota mungkin terkenal akan suatu komiditi tetapi ternyata berasal dari daerah-daerah di sekitarnya dan bukan hasil asli kota itu sendiri. Sebagian hasil industri merupakan ciri sebuah kota dan menjadi oleh-oleh yang wajib dibawa.

Oleh-oleh baik makanan maupun souvenir adalah bukti dan kenangan bahwa kita telah mengunjungi suatu kota. Beberapa kota telah menyediakan kawasan khusus sebagai pusat oleh-oleh, sedangkan kota yang lain mengharuskan pengunjung berburu atau mencari toko oleh-oleh yang jumlahnya terbatas.

Bagaimanapun, Indonesia yang terdiri dari wilayah yang sangat luas mengundang kita untuk mengunjungi berbagai kota dengan kekhasannya masing-masing. Tak kenal maka tak sayang. Tanpa mengunjungi langsung berbagai kota di Indonesia, kita tak akan mengenal kehidupan berbagai daerah di Indonesia. Bayangkan jika setiap bulan kita mengunjungi satu ibukota propinsi, maka diperlukan hampir tiga tahun untuk mengunjungi semuanya. Betapa tidak mengenalnya kita akan Indonesia jika kita hanya tahu kota-kota besar di Pulau Jawa atau Sumatera.

Wisata kota tentu saja mensyaratkan beberapa hal bagi peminatnya. Keberanian menjadi syarat utama karena kita akan mengunjungi daerah yang belum pernah kita kunjungi. Hal ini bisa kita lakukan dengan mengunjungi daerah yang sudah ramai, sistem tranportasinya sudah mapan, dan banyak informasi yang dapat diperoleh. Selanjutnya kita dapat mencoba kota yang lebih sepi atau lebih sedikit informasinya. Anda akan terkejut dengan kondisi beberapa kota ini. Tidak semua kota yang dikenal sepi benar-benar sepi, bahkan kadang masyarakatnya lebih mandiri dan berswasembada sehingga tidak tergantung pihak luar.

Informasi yang cukup menjadi modal yang penting sebelum mengunjungi suatu kota. Internet adalah perpustakaan paling lengkap untuk informasi suatu kota baik dari kota itu sendiri maupun dari para pengunjungnya. Tulisan ini juga bermaksud memberikan informasi tambahan untuk beberapa kota yang sudah saya kunjungi dan tukar informasi dengan siapapun mengenai informasi wisata kota-kota di Indonesia.

Perencanaan yang matang juga diperlukan. Perencanaan biaya, akomodasi, perjalanan, dan kondisi darurat juga wajib dipikirkan. Wisata menurut keinginan kita bukan berarti wisata tanpa rencana. Terakhir persiapan mental dan fisik juga harus disiapkan. Tidak semua kota memiliki transportasi yang memadai sehingga beberapa tempat menuntuk kita berjalan kaki di beberapa tempat, atau perjalanan yang berjam-jam dengan bus umum. Kebiasaan dan perilaku penduduk suatu kota juga mengharuskan kita terbuka dan sabar menghadapi segala kemungkinan. Meskipun hampir seluruh penduduk bisa berbahasa Indonesia, tapi logat dan struktur kalimatnya yang kadang berbeda agak menyulitkan kita. Jangan malu dan segan untuk bertanya dan bertanya kembali agar kita tidak tersesat dan menyesal.

Selamat berwisata kota.

Transportasi

Mengapa saya tertarik dengan bidang transportasi ?

Transportasi adalah bidang yang penting dan kompleks. Manusia sebagai mahluk sosial memerlukan bergerak dari satu tempat ke tempat lain, dan disinilah transportasi mulai berperan. Bidang transportasi dapat dipelajari, dibahas, dianalisis, diobservasi dan dijual jasanya sekaligus dengan kita melaksanakan transportasi dari suatu tempat ke tempat lain.
Dari trans dan port, maka ada sarana untuk ber-trans dari suatu titik asal (port) ke titik tujuan (port). Dari sisi sarana kita mengenal transportasi darat (mobil, kereta api, becak, sepeda, sepeda motor, dan lain-lain), laut (kapal, perahu, speedboat, rakit, dan lain-lain), dan udara (pesawat terbang, helikopter, dan lain-lain). Dari port kita mengenal terminal, pelabuhan laut, bandara, stasiun, halte, dan titik-titik lain.
Dua titik asal dan tujuan menghasilkan rute. Kombinasi dan gabungan rute menghasilkan jaringan. Kombinasi berbagai moda transportasi juga menghasilkan jaringan rute, dan seterusnya. Sarana transportasi yang sebagian besar menggunakan mesin yang tersusun atas beberapa komponen dan sistem yang berhubungan dan saling mendukung. Rute dan sarana menjadikan transportasi adalah sesuatu yang kompleks. Transportasi juga akan terus berkembang dan tetap akan digunakan.
Pada saat teknologi informasi dengan internet mulai berkembang, muncul kekhawatiran bahwa manusia akan banyak diam di depan komputer karena segalanya dapat dilakukan tanpa pergi. Tetapi ternyata dengan internet, manusia menjadi tahu tempat lain, daerah lain, negara lain dan berkeinginan untuk pergi. Mungkin sebagian orang yang tadinya tidak tertarik dan berkeinginan pergi ke suatu daerah, karena informasi menarik daerah tersebut lewat internet malah akan berusaha supaya dapat mencapai daerah tersebut.
Perkembangan sarana transportasi juga membuat jaringan dan rute berkembang. Adanya pesawat udara memungkinkan manusia lebih mudah bepergian dan mencapai tujuan-tujuan di manapun di dunia.
Bidang transportasi yang menjadi perhatian saya adalah sarana transportasi, rute dan jaringan, mengapa dan bagaimana suatu rute dapat terjadi, keunikan dan fenomena transportasi, dan bidang rekayasa (engineering) dalam transportasi. Meskipun latar belakang pendidikan dan pekerjaan saya adalah di bidang transportasi udara tetapi moda transportasi lainnya tetap menarik bagi saya.