Friday, June 13, 2008

Harina jalannya mundur

Beberapa hari yang lalu, saya sekeluarga naik kereta api Harina dari Stasiun Bandung dengan tujuan Stasiun Semarang Tawang, setelah liburan di Bandung. Salah satu alternatif transportasi pulang ke Semarang adalah KA Harina selain dengan bus malam. Transportasi udara Bandung-Semarang sudah lama tidak ada. Beberapa tahun yang lalu memang ada pesawat Merpati rute Bandung-Semarang, tetapi jumlah penumpang yang terus menyusut membuat akhirnya rute tersebut tutup.

Rute Bandung-Semarang memang tidak seramai Jakarta-Semarang. Sebagian besar penumpang rute ini adalah warga Semarang yang bersekolah di Bandung atau warga Bandung yang bekerja atau memiliki bisnis di Semarang. Secara budaya memang Bandung dan Semarang tidak sedekat Jakarta dan Semarang. Oleh karena itu jalur transportasi banyak didominasi oleh moda bus, terutama bus malam.

Hanya ada satu jenis KA Bandung-Semarang yaitu Harina kelas eksekutif, berangkat dari Bandung 20.15 WIB dan berangkat dari Semarang 20.30 WIB. Meskipun eksekutif dan BBM sudah naik, harga tiket relatif promo dan murah, Rp 120.000,- , dibandingkan kereta eksekutif Jakarta-Semarang yang Rp 180.000,- dan hanya sedikit di atas harga kereta bisnis Jakarta-Semarang yang Rp 100.000,-.

Sekitar tahun 1998 saya pernah menggunakan kereta bisnis Bandung-Semarang, saat itu bernama Mahesa, dengan harga Rp 35.000,-. Berangkat dari Bandung 07.00 WIB dan berangkat dari Semarang sekitar 20.00 WIB. Waktu itu harga promo dan agak sepi, ramai cuma saat tertentu saja.

Dibandingkan dengan Mahesa, Harina tidak jauh berbeda dari sisi jumlah penumpang. Meskipun hanya empat gerbong, beberapa kursi terlihat kosong dan banyak penumpang yang mendapat dua kursi sehingga bisa tidur dalam posisi tidur, bukan duduk. Karena eksekutif, Harina lebih nyaman dengan AC, recleaning seat, dan dipinjamkan selimut dan bantal. Sayangnya tidak diberikan makan malam atau snack. Waktu perjalanan seharusnya sekitar 7 jam (berdasarkan jadual keberangkatan dan kedatangan di tiket), meskipun kenyataannya 7,5 jam. Pada saat menggunakan Mahesa waktu perjalanan sekitar 9 jam.

Perbedaan waktu tempuh karena pada Mahesa jalur yang digunakan adalah jalur selatan, dari Bandung ke Kroya, kemudian ke utara menuju Tegal dan terus ke Timur sampai Semarang. Sedangkan pada Harina jalur yang digunakan langsung ke utara, dari Bandung ke Cikampek, dilanjutkan ke timur sampai Semarang. Bandung-Semarang memang tidak punya jalur rel khusus sehingga baik lewat Kroya maupun Cikampek keduanya kurang efisien karena sedikit memutar. Selain itu, pada saat di Kroya, lokomotif harus tukar posisi karena arah perjalanan kereta berubah. Konfigurasi tempat duduk juga harus berubah agar kita tetap menghadap ke depan. Di kereta bisnis, memindahkan arah kursi dapat dilakukan dengan mudah dan cepat, tanpa menggangu penumpang lainnya.

Pada saat naik Harina beberapa hari yang lalu, setelah KA sampai di Cikampek ternyata lokomotif tetap harus pindah posisi karena dari arah bandung tidak ada jalur rel belok kanan ke arah timur (Cirebon) dan hanya ada belok kiri ke arah barat (Jakarta). Rangkaian kereta menunggu lokomotif pindah posisi. Dibandingkan di Kroya, pindah posisi di Cikampek lebih cepat karena jalurnya lebih cepat dan mungkin juga karena eksekutif jadi lebih cepat.

Seingat saya dulu, pada saat lokomotif pindah posisi, awak kabin kereta akan memberitahu penumpang untuk mengganti konfigurasi kursi agar tidak membelakangi arah gerak kereta. Saya menunggu awak kereta agar dapat merubah konfigurasi bersama-sama penumpang lainnya. Merubah konfigurasi sendiri nggak mungkin karena akan membentur penumpang di belakang dan didepan kursi kami. Setelah sekitar 15 menit, lokomotif sudah pindah posisi dan tersambung di belakang gerbong terakhir, awak kereta belum muncul juga, saya lihat sebagian besar penumpang sudah tidur termasuk anak saya.

Tidak lama kemudian terdengar priiit, dan kereta jalan, pertama-tama pelan, dan selanjutnya ngebut. Blaik, kereta ini jalan mundur dong. Setelah agak lama barulah awak kereta muncul. Ketika saya tanya kenapa tidak diberitahukan untuk memutar kursi, hanya dijawab :”Kasian, ngganggu yang sudah tidur”. Apes deh, saya kan belum tidur, masa’ lebih parah dari ekonomi. Di kereta ekonomi, sebagian penumpang menghadap depan, sebagian membelakangi arah jalannya kereta karena memang kursi kelas ekonomi nggak bisa diapa-apain. Di Harina ini, semua kursi mundur.

Memang sih karena malam dan gelap diluar, apalagi bagi penumpang yang sudah tidur nyenyak, efek mundur tidak terlalu terasa, tapi tetap saja ada yang nggak enak. Kayaknya tiap malam kereta Harina memaksa penumpangnya mundur. Terpaksa deh cari kursi lain yang kosong sehingga bisa tiduran dan tidak merasakan efek jalan mundur. Untungnya dapat satu kursi kosong sehingga bisa tidur nyenyak meskipun tetap tidak dapat memutar kursi.

Sampai di Pekalongan kereta berhenti dan beberapa penumpang turun di Stasiun ini. Saat itulah banyak penumpang yang bangun dan baru sadar tambah kaget karena baru tahu keretanya mundur. Tetapi mungkin karena mengantuk dan tidak ada yang berinisiatif memutar kursi, ya akhirnya tetap saja mundur. Jadi, lebih dari lima jam kami naik kereta eksekutif secara mundur.

Semoga PT KAI punya dana dan kesempatan untuk membangun jalur rel belok kanan di pertigaan Cikampek dari Bandung ke Semarang agar lokomotif tidak perlu pindah posisi, sehingga waktu perjalanan bisa 6 jam seperti Jakarta-Semarang dan yang tidak membuat penumpang merasakan naik kereta mundur.

Winres said...

Memang harusnya ada komando dari petugas KA untuk memutar kursi. Baru saja sy naik Harina dari Semarang ke Surabaya juga mundur, tp saya inisiatip minta kursi diputar meski harus berhadapan dg penumpang yg lain. Saya lihat penumpang kita terlalu malas untuk memutar kursi meskipun harus berjalan mundur 4 jam lebih. Monggo pihak KAI bikin protap untuk ini

Winres said...

Bahasa nya kok jadi kacau begini?